oleh : Fikri Farikhin, M.Pd.I
A.
Asal-usul dan riwayat hidupnya
B.
Riwayat Pendidikan
C.
Silsilah KH. Achmad Muzakki Syah
D. Membentuk Majelis dzikir manaqib Syeh Abd Qodir Jailani
Seperti disinggung sebelumnya, bahwa sejak kyai Muzakki
masih dalam kandungan, KH Achmad Syaha, Abahnya telah mengistiqomahkan amalan
manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, RA setiap ba’da shalat subuh. Maka
sejarah amalan manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-jailani, RA yang diamalkan oleh
kyai Muzakki sesungguhnya berasal dari Abahnya sendiri, yakni, KH Ach Syaha.
Terdapat dua klasifikasi tujuan yang hendak dicapai dalam
aktifitas dzikir manaqib syeh Abd. Qodir Jailani di Pondok pesantren Alqodiri,
yakni tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum yang hendak dicapai dalam aktifitas dzikir manaqib syeh Abd.
Qodir Jailani di Pondok pesantren Alqodiri ialah terwujudnya keselamatan,
kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin, material dan
spiritual, di dunia dan ahirat.
Dalam rangka mencapai tujuan umum tersebut, maka gerakan
dzikir di pondok pesantren Alqodiri menyerukan : (a) Agar seluruh jamaah untuk
segera kembali mengabdikan diri kepada Allah
swt dan RosulNya. (b) Agar seluruh jamaah supaya mengganti akhlakul
madzmumah dengan akhlakul karimah sesuai yang diajarkan Rasululloh saw. (c)
Agar seluruh jamaah mewujudkan kehidupan yang saling menghormati dan saling
membantu dalam kebaikan sehingga tercipta
suasana hidup yang aman dan
damai. (d) Agar seluruh jamaah mengupayakan limpahan barokah Allah
swt atas bangsa dan negara, juga atas
segala mahluk Allah dengan jalan mengamalkan solawat atas kekasih Allah yakni
nabi Muhammad saw.
Sedangkan tujuan khusus yang hendak dicapai oleh pengamal
dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di Pondok Pesntrean Alqodiri
Jember antara lain : (a) Untuk bertawassul
dengan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA dengan harapan permohonannya
mudah dikabulkan oleh Allah swt. (b) Untuk memperoleh berkah dan karomah Syekh
Abdul Qodir Al-Jailani, RA (c) Sebagai wujud kecintaannya kepada para kekasih
Allah. Dan (d) Sebagai implementasi dari kecintaannya terhadap dzurriyah
Rasululloh saw.
Dalam pandangan KH Umar Syaifudin, Cinta merupakan
karakter utama yang mencirikan kelompok dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir
Al-Jailani, RA di Pesantren Al-Qodiri Jember, para jamaah dzikir ini berusaha
mendekati Allah dengan cinta, menghadapi hidup dengan cinta dan menyandarkan
penghayatan keagamaan mereka juga dengan cinta. Bagi mereka cinta karena Allah
merupakan ikatan iman yang paling kokoh, cinta merupakan jembatan yang
dibentangkan Allah kepada manusia, maka tidak ada cara yang lebih mempercepat
wushul ila Allah kecuali jembatan cinta, dengan cinta seseorang dapat
menurunkan rahmat Allah yang tidak dapat diturunkan dengan cara lain.
Pada umumnya jamaah dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir
Al-Jailani, RA di Pesantren Al-Qodiri Jember, memiliki keyakinan yang kuat
bahwa Allah swt tidak dapat dijangkau dengan pandangan mata kepala, “la
tudrikuhul absaar”, tetapi sangat
mungkin dijangkau dengan mata hati dan cinta. Sebuah syair yang melukiskan “Allah menyeru kepada hambanya, kenalilah
diriKu dengan cintamu, maka Akupun akan mengenali dirimu dengan cintaKu, bila
engkau telah mengenaliKu dengan cintamu dan Aku telah mengenalimu dengan
cintaKu, maka diriKu ada dalam dirimu dan dirimu ada dalam diriKu, dirimu dan
diriKu satu dalam cinta”, juga menjadi pegangan bagi mereka dalam mebangun
keyakinan diatas.
Dalam sebuah hadist qudsi sebagaimana dikutip Mustofa
(2001 : 63) ditegaskan ”Sesungguhnya ada hamba-hambaKu yang mencintaiKu dan Aku
mencintai mereka, mereka merindukanKu dan Aku merindukan mereka, mereka
memperhatikanKu dan Aku memperhatikan mereka, jika si fulan mengikuti mereka
Akupun akan mencintai si fulan, jika si fulan memusuhi mereka Akupun akan
memusuhi si fulan. (Hr. Ibnu majah).
Maka cintalah menjadi
landasan kelompok ini dalam mendekati agamanya, Cinta dijadikan pilar
oleh mereka bagi hubungan manusia dengan kholik, dengan sesama atau dengan
kosmik, sebab bagi mereka cinta adalah akar dari segala kebaikan dan keutamaan
hidup manusia, tanpa cinta manusia akan saling bermusuhan satu sama lainnya,
keributan kemanusiaan adalah manefestasi dari iklim hati yang sepi cinta, hati tanpa cinta adalah garang
dan akal tanpa cinta adalah kebingungan
belaka.
Perjalanan cinta kepada Allah mesti dimulai dengan
mencintai seseorang yang paling dicintai Allah yakni Rasululloh saw, perjalanan
cinta kepada Rasululloh saw juga mesti dimulai dengan mencintai seseorang yang
paling dicintai Rasululloh saw, yakni
para ahli baitnya yang suci, para sahabatnya yang setia dan para ulama’ serta
pengikutnya yang terus konsisten memegang prinsip yang diajarkan dan
dicontohkannya, maka bila anjing saja disebut beruntung karena mencintai
ashabul kahfi, mana mungkin seseorang tidak beruntung bila mencintai mereka
yang dicintai Nabi saw.
Karakteristik lain yang menonjol dari kelompok aktivis
dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di pondok pesantren Al-Qodiri
Jember, menurut KH Ainul Yaqin, antara
lain adalah mereka yang : (a)
mendahulukan kepentingan saudara saudara mereka dari kepentingan mereka
sendiri, mencintai orang lain sama dengan mencintai diri mereka sendiri, (b)
memberikan banyak manfaat pada orang lain, walau dirinya sendiri harus
kepayahan dan menderita, (c)
lebih banyak memberikan uswatun hasanah daripada mau’idatun hasanah, (d)
membalas makian dengan doa keselamatan, (e) mengayomi
siapa saja terutama orang orang alit, teraniaya dan tetindas, (f) lebih banyak
memberi daripada meminta, (g) prinsip hidupnya tidak bisa ditukar dengan
gemerlap duniawiyah,
(h) meletakkan ukuwah diatas segalanya, mengubur dalam dalam segala
bentuk perselisihan amatiran, lalu bersama-sama menuju satu tujuan, yakni izzul
islam wal muslimin.
- Mengembangkan model pendidikan multikultural
Melalui kegiatan dzikir
manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA yang dipimpinnya, KH Ach. Muzakki Syah
kemudian mengembangkan model pendidikan multikultural kepada para jamaahnya.
Saat ditanya tentang model pendidikan yang diterapkan pada para jamaah dzikir
manaqib di Pesantren Al-Qodiri Jember, beliau mengatakan : “Aktivitas
pendidikan non formal yang selama ini kami lakukan di majelis dzikir manaqib
ini selalu disesuaikan dengan situasi dan kondisi para jamaah, mengingat para jamaah disini bersifat hederogen baik suku, bahasa, budaya, klamin, usia dan
tingkat pemahaman keagamaan mereka, maka model pendidikan yang kami kembangkan
adalah model pendidikan multikultural”.
Kyai
yang saat ini menjadi penasehat spiritual presiden SBY ini, menuturkan bahwa saat ini implementasi model pendidikan multikultural merupakan sesuatu yang tak
dapat dielakkan, mengingat perbedaan dan keanekaragaman manusia dari
segala seginya merupakan kecenderungan sunnatullah, oleh karenanya, kemajemukan
mesti dipandang sebagai keniscayaan yang harus di junjung tinggi bersama demi
terciptanya perdamaian sesama manusia, bagi saya keanekaragaman yang ada
tidaklah menjadi penghalang bagi terwujudnya kehidupan yang damai dan harmonis,
tetapi sebaliknya dengan keberagaman tersebut, satu sama lain diharapkan
termotiviasi untuk berkompetisi positif
dalam kebaikan.
Menurut pengakuan KH Muzakki Syah, penerapan model
pendidikan multikultural yang dikembangkannya melalui dzikir manaqib Syekh
Abdul Qodir Al-Jailani, RA di pesantren Al-Qodiri Jember adalah mengacu pada
prinsip-prinsip dasar pendidikan multikultural itu sendiri, antara lain : Pertama, memandang manusia sebagai totalitas yang
memiliki kompleksitas dimensi yang harus diakomodir dan dikembangkan secara
keseluruhan, sebab inti dari pendidikan multikultural adalah pengakuan akan pluralitas,
heteregonitas dan keragaman manusia, baik ideologi, status ekonomi, paradigma, pola pikir, etnis,
ras, budaya, nilai-nilai tradisi dan sebagainya. Kedua, pendidikan multikultural mengakui kebenaran
relatif dan menghindari klaim hitam putih. Ketiga, pendidikan multikultural menjunjung tinggi
prinsip saling menguatkan dan saling melengkapi. Keempat, pendidikan multikultural mengakomodir
semua kebutuhan masyarakat, yaitu tidak membedakan kebutuhan yang bersifat
intelektual, spiritual, material, emosional, etika, estetika, sosial, ekonomi
dan transidental dari semua masyarakat. Kelima, pendidikan multikultural
menghendaki kemudahan layanan pendidikan sehingga dan dapat dinikmati oleh
seluruh lapisan masyarakat. Keenam, seluruh proses pendidikan
diorientasikan bagi terciptanya kebebasan dan perdamaian sesama manusia., Ketujuh,
pendidikan multikultural berdiri secara
mutlak diatas landasan pluralitas, inklusivitas, demokrasi dan humanitas. Dan Kedelapan,
pendidikan multikultural mesti menyediakan ruang yang seluas luasnya bagi
kesetaraan masyarakat sasaran pendidikan disemua lapisan melampaui sekat
geografis, etnis, budaya, ideologis, usia, status sosial dan gender.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa implementasi model
pendidikan multikultural yang dikembangkan KH. Achmad Muzakki Syah melalui
dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di pesantren Al-Qodiri Jember
adalah bertolak dari sejumlah paradigma, antara lain : Pertama, para
jamaah diposisikan sebagai subyek dan bukan obyek. Kedua, penghormatan
terhadap kemajemukan para jamaah dalam segala aspeknya. Ketiga,
pengembangan potensi para jamaah tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi
juga ranah afektif dan psikomotorik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar